Thursday 29 December 2016

Ingin Sepi

Ingin Sepi


Aku takut tidak bisa kesepian
Aku butuh kesepian
Karena dalam sepi aku bisa jujur
Karena dalam sepi aku rindu

Pleret, 29 Desember 2016

Tuesday 13 December 2016

All my Failures

Kesuksesan seseorang dinilai dari materi yang Ia miliki serta penampilan fisiknya. Demikianlah pendapat banyak orang. Walaupun bagi sebagian orang tidaklah demikian, stereotip tetap lah stereotip. Mau tak mau anggapan tersebut merasuk ke dalam benak sebagian besar masyarakat kita. 

Bagi orang yang hidup penuh keyakinan akan agama, Ia pasti menilai kesuksesan adalah ketika Ia mati dalam keadaan baik, dan setelah mati masuk surga. Maka Ia menghindari hal-hal yang menyebabkan kesuksesan itu tidak tercapai alias gagal. Sukses tidaknya hanya Ia, malaikat dan Tuhan lah yang tahu. Bagi pemulung yang hidup di jalanan, kesuksesan adalah ketika Ia cukup makan setiap hari. Entah makanan itu layak dimakannya atau tidak, yang penting perut kenyang. Bagi para revolusioner, kesuksesan adalah ketika ideologinya mampu diteruskan oleh pengikutnya sepanjang masa.

Terlalu panjang membahas tentang kesuksesan. Sampai pada suatu ketika ada sebuah kondisi saat kamu punya ijazah sarjana dan kamu tidak memiliki pekerjaan apapun. Sementara tetanggamu hanya lulusan SMA dan Ia mampu membuatkan rumah untuk orangtuanya. Atau saat orang lain sedang bergelut dengan bidang yang kamu pelajari di bangku kuliah, beberapa bulan saja Ia dalami materi tentang bidang itu tetapi Ia jauh diatasmu karena memiliki pendapatan yang tetap dengan bidang tersebut. Disitulah perdebatan akan kesuksesan harus dimulai.

Bagiku kesuksesan memang tentang materi seperti anggapan banyak orang. Tetapi aku tak ingin menjadi orang yang sukses karena pengorbanan jauh lebih penting. Untuk apa sukses jika kerusakan terjadi atas kesuksesan tersebut. Lebih baik menderita. Oh tidak, aku tak ingin orang lain sukses dengan meninggalkan kerusakan aku juga tak ingin orang lain menderita karena berkorban. I have to do something better then.

Tuesday 12 July 2016

Sia-sia

Meminta maaf dan memberikan maaf itu penting. Tapi lebih penting mengubah sikap yang menyebabkan kesalahan terhadap orang lain. Tidak banyak orang yang menyadari tentang sikapnya, penyebab kesalahan tersebut. Karena ada saja orang yang sudah dicacimaki tentang kesalahannya tetap saja Ia tidak mengubah sikapnya itu. Ia meminta maaf atas salahnya tetapi tidak mengubah sikapnya.

Apa esensi permintaan maaf jika sikap itu tetap saja dipertahankan? Sia-sia belaka. Perjalanan hidup seseorang tidak akan berhenti hanya karena sikap orang lain. Permintaan maaf kadang hanya dimanfaatkan untuk menyamarkan kesalahnnya tetapi tetap saja Ia meneruskan sikapnya. Kalau begitu apa bedanya dengan tidak meminta maaf?

Tidak perlu memberi maaf secara verbal karena sebenarnya perbaikan akan kesalahan itu lebih penting. Kalau memberi maaf tapi membiarkan sikap penyebab kesalahan itu tetap dilakukan ya sama saja. Apalagi kesalahan itu menyangkut orang lain, orang banyak, masa depan, dan mental penurunan kualitas.

Tidak memberi maaf adalah pelajaran untuk perbaikan kesalahan tersebut, dengan catatan kesalahan itu telah diberitahukan sebelum Ia meminta maaf.

Bantul, setelah lebaran, Juli, 2016.